Kisah Inspiratif Pasangan Tunanetra Berangkat Haji


Selalu ada kisah inspiratif dari jutaan calon jamaah haji yang menginjakkan kaki ke Tanah Suci. Kali ini, kisah inspiratif itu datang dari calon haji asal Malaysia.


"Kami tidak bisa melihat Ka'bah atau bagian dalam Masjidil Haram, tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda ketika kami melangkah masuk," kata Esah Long sambil berlinang air mata.

Perempuan berusia 72 tahun itu kehilangan penglihatannya karena sakit saat berusia tujuh tahun. Ia berkesempatan menunaikan ibadah haji tahun ini bersama suaminya, Abdul Aziz Yusof, yang juga seorang difabel netra.

"Saya tidak tahu bagaimana menggambarkannya, tetapi kami berdua merasakan perbedaannya," kata Esah mengenang pertama kalinya berada di tempat-tempat suci tersebut.

Ia ingat bagaimana rupa Ka'bah seperti yang dilihat di buku sebelum ia menjadi buta. Selama tawaf, ia bisa membayangkannya di kepala dan merasa tenang juga bahagia.

Esah dan Abd Aziz tiba di Tanah Suci pada 26 Juli lalu. Pasangan yang tinggal di Old Klang Road, Kuala Lumpur, ini berada di Madinah selama delapan hari sebelum tiba di Makkah Jumat lalu.

Mereka memiliki seorang putri yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Sayangnya, putrinya tidak bisa bergabung dengan mereka karena tidak masuk daftar haji 2018.

Esah dan Abd Aziz telah terdaftar di Tabung Haji (TH) pada 2009, tepatnya 31 Maret. Esah menambahkan, undangan yang mereka terima tahun ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan.
Mereka ditempatkan di ruangan terpisah, tetapi memiliki penjaga untuk membantu mengurus kebutuhan mereka dan membawa berkeliling. Esah ditemani oleh temannya, Nor Azian Mansur, yang ditemuinya selama kursus haji dua tahun lalu.

Sementara, Abd Aziz telah menemukan teman yang membantunya, yakni teman sekamarnya, Jaafar.
"Karena saya tidak akrab dengan lingkungan sekitar, saya butuh seseorang untuk membantu. Ketika di Kuala Lumpur, berkeliling bukanlah masalah," kata Abd Aziz yang kehilangan penglihatannya karena sakit saat berusia tiga tahun.

Esah yang pernah bekerja di pabrik diperkenalkan kepada Abd Aziz oleh teman-teman ketika mereka berdua di sekolah. Abd Aziz kemudian belajar di Sekolah Menengah Pendidikan Khas Putri Elizabeth di Johor Baru. Sementara, Esah berada di St Nicholas Home, sekolah untuk orang buta di Penang.
Mereka berkorespondensi dengan Braille, saling jatuh cinta dan menikah pada 1974. Sekarang, mereka menghabiskan hari-hari mereka di Asosiasi Orang-orang Buta Malaysia di Brickfield yang mengadakan kelas-kelas Alquran dan lokakarya lainnya.

Mereka sering tidak bisa pergi ke masjid karena rumah mereka terletak di daerah perbukitan. "Saya tidak ingin merepotkan orang lain terlalu banyak," kata Abd Aziz dilansirNew Strait Times.

TH telah meyakinkan mereka bahwa mereka akan diberikan semua bantuan yang diperlukan, terutama selama periode Masyair. Masyair dianggap sebagai waktu haji yang paling menantang.
Ini melibatkan pergerakan besar para peziarah yang berjumlah hampir tiga juta orang dari seluruh dunia. Mereka berangkat dari Makkah ke Arafah untuk wukuf, kemudian ke Muzdalifah dan Mina untuk ritual rajam.

Sebagai seorang dengan kebutuhan khusus, Abd Aziz mengimbau semua orang yang mampu membayar untuk haji segera melakukannya. "Tidak ada gunanya menyimpan uangmu. Kamu tidak bisa membawanya bersamamu ketika mati," katanya.




Posting Komentar

0 Komentar