Amphuri Minta Kemenag Tinjau Ulang Aturan Soal Rekomendasi Paspor Umrah dan Haji Khusus

IHRAM.CO.ID,  ‎JAKARTA -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) meminta Kementerian Agama meninjau ulang aturan soal kewajiban rekomendasi untuk paspor umrah dan haji khusus dari kantor wilayah Kemenag. Aturan tersebut dinilai akan menyulitkan jamaah.

"Kebijakan ini prematur. Sebaiknya ditinjau ulang. Harus berkeadilan. Masa mau ibadah dicurigai," ujar Sekretaris Jenderal Amphuri Budi Firmansyah kepada Republika.co.id, Jumat (10/3).

Adanya aturan baru soal rekomendasi tersebut diklaim untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan paspor umrah dan haji khusus. Umrah seringkali dituding sebagai pintu ilegal tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi. Alhasil Kementerian Agama pun 'kecipratan' tugas mengurusi persoalan TKI yang seharusnya menjadi tugas Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Firman menyebut, setiap aturan baru hendaknya megandung nilai keadilan dan tidak diskriminatif. "Jangan hanya karena segelintir orang (yang melakukan penyalahgunaan paspor), yang lain kena imbasnya," kata dia.

Kementerian Agama pun dinilai belum mensosialisasikan aturan baru tersebut kepada asosiasi penyelenggara haji dan umrah. "Jadi sebaiknya ditinjau ulang," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Firman juga turut menanggapi ketetapan Kemenag soal standard minimum Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Khusus sebesar 8.000 dolar AS. Angka tersebut tidak berubah dari tahun lalu. Menurut dia, ada yang lebih penting daripada standard harga minimum yaitu standard pelayanan minimum.
Pasalnya dengan standard pelayanan minimum, maka jamaah haji khusus dapat tertangani dengan baik. "Jadi yang difokuskan adalah layanannya, bukan harganya. Dengan harga itu, jamaah akan bertanya, mereka akan dapat pelayanan apa saja," ujar Firman.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Agama telah menetapkan BPIH khusus tahun 1438H/2017M bagi jamaah haji khusus paling sedikit 8.000 dolar AS. Ketetapan ini, tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 2017 yang ditetapkan tanggal 9 Februari 2017.